Muhammad Rizal Novianto, Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Banyak orang telah membahas apa yang disebut dengan “bonus demografi”. Bonus demografi ini memang bisa menjadi momentum kebangkitan Indonesia untuk bisa setara dengan negara-negara maju di dunia. Bagaimana tidak, “ledakan” populasi penduduk berusia produktif yang terjadi sekarang diramalkan akan mencapai puncaknya sekitar tahun 2030. Jika hal ini mampu dimanfaatkan dengan baik diharapkan mampu memacu pembangunan Indonesia terutama dari sisi perekonomian sehingga kesejahteraan penduduk pun akan makin meningkat. Namun apakah benar bonus demografi ini hanya menjanjikan “mimpi” indah semata? Ternyata memang, banyak tantangan yang harus kita hadapi dan kita jawab agar “mimpi indah” tersebut bisa menjadi kenyataan.
Salah satu tantangan datang dari sektor kesehatan. Terjadinya transisi demografi juga menyebabkan transisi epidemiologi. Apa itu? Perubahan besar terhadap pola penyakit yang ada di populasi. Teori tentang transisi epidemiologi pertama kali dikenalkan oleh Abdel Omran pada taun 1971. Teori yang dia kemukakan telah mengalami beberapa revisi yang diusulkan oleh para ahli yang salah satunya perlu ada pembedaan antara transisi epidemiologi yang terjadi di negara maju (ada 5 fase) dengan transisi yang terjadi di negara berkembang (3 fase). Tiga fase transisi epidemiologi untuk negara berkembang seperti Indonesia adalah sebagai berikut
1) The age of pestilence and famine (masa wabah dan kelaparan), ditandai dengan tingginya angka kematian, rendahnya usia harapan hidup yaitu dibawah 40 tahun, dan pertumbuhan populasi yang tidak terkontrol. Fase ini terjadi sejak abad 17 d hingga awal abad 20. Pola penyakit dalam fase ini ditandai dengan peningkatan paparan mikroba, gizi buruk, penyakit karena penyimpanan makanan yang tidak adekuat, penyakit menular dan penyakit endemik.
2) The age of receding pandemics (masa menurunnya pandemi), ditandai dengan penurunan angka kematian karena penurunan epidemi, dan peningkatan usia harapan hidup menjadi sekitar 55 tahun. Masa ini terjadi pada pertengahan abad ke 20. Pada fase ini mulai terjadi pergeseran pola penyakit dan kematian yang awalnya dikarenakan penyakit infeksi, kini disebabkan karena penyakit degeneratif dan kronik.
3) The age of triple health burden (masa tiga beban kesehatan), ditandai dengan penurunan signifikan angka kematian dan peningkatan usia harapan hidup menjadi mencapai 70 tahun. Fase ini terjadi pada akhir abad 20 atau awal abad 21. Frenk dan Gomez-Dantes mengatakan triple burden of disease pada negara berkembang di fase ini meliputi; (1) Timbunan permasalahan kesehatan klasik, seperti penyakit infeksi, gizi buruk, dan kematian ibu, (2) Meningkatnya tantangan penyakit tidak menular, seperti kanker, diabetes, penyakit jantung, dan penyakit mental, (3) Munculnya permasalahan kesehatan yang berhubungan dengan globalisasi, seperti new emerging disease dan permasalahan kesehatan terkait perubahan iklim dan gaya hidup
Nah berdasar teori tersebut dapat disimpulkan bahwa kini Indonesia berada di fase ketiga, yaitu the age of triple health burden. Lebih dalam mengenai hal ini akan kita kupas pada tulisan selanjutnya.
Referensi :
- Pol LG, Richard KT. (2013). The demography of health and healthcare. Third edition. Netherland: Springer.
- Defo, BK. (2014). Demographic, epidemiological, and health transitions: are the relevant to population health pattern in Africa? Global Health Action, 7: 22433
- Frenk J, Gomez-Dantes O. (2011) The triple burden disease in developing nations. Harvard International Review, 33: 36-40.