Profesor Termuda UIN Malang Angkat Peran Fitofarmaka dalam Orasi Ilmiah Pengukuhan Guru Besar

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp

Rabu (17/02/2021) menjadi hari yang bersejarah bagi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang khususnya FKIK UIN Malang serta Program Studi Sarjana Farmasi. Betapa tidak, pada hari tersebut FKIK UIN Malang berhasil melahirkan seorang Profesor di Bidang Biologi Farmasi yakni Prof. Dr. apt. Roihatul Mutiah, S.F., M.Kes. yang secara resmi telah dilantik pada Acara Sidang Pengukuhan Guru Besar UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Pada seremonial tersebut turut dilantik pula Prof. Dr. Roibin, M.HI dari Fakultas Syariah sebagai Guru Besar Bidang Dirasah Islamiyah (Kajian Islam), serta Prof. Dr. Nur Asnawi, M.Ag dari Fakultas Ekonomi selaku Guru Besar Bidang Ilmu Ekonomi Islam. Sebuah pencapaian yang luar biasa ditorehkan oleh Prof. Roiha, bahwasannya beliau mampu memperoleh jabatan fungsional tertinggi di lingkungan Pendidikan Tinggi pada usianya yang baru mencapai 41 tahun. Hal ini sekaligus menjadikan beliau sebagai Guru Besar termuda UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.

Dalam acara Pengukuhan Guru Besar UIN Malang kali ini sebagaimana tradisinya, sebelum Guru Besar baru menyampaikan pidato (orasi) ilmiah, terlebih dahulu dilakukan pembacaan daftar riwayat hidup. Dalam kesempatan ini, Prof. Dr. dr. Yuyun Yueniwati PW, M.Kes, Sp.Rad(K) yang bertindak sebagai pembaca riwayat hidup Prof. Roiha menyampaikan, “Dengan bertambahnya jumlah Guru Besar diharapkan dapat meningkatkan pula pertumbuhan ilmu dan akhlak segenap civitas akademika UIN Malang”.

Sebagai seseorang yang tekun mengkaji bidang biologi farmasi, pada orasi ilmiahnya Prof. Roiha mengangkat topik dengan judul “Peran Fitofarmaka dalam Pencegahan dan Terapi Kanker: Peluang, Tantangan, dan Startegi”. Fitofarmaka sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Indonesia Nomor 760/MENKES/PER/IX/1992 merupakan sediaan obat tradisional yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya. Bahan baku fitofarmaka itu sendiri dapat terdiri dari simplisia atau sediaan galenik yang telah memenuhi persyaratan yang berlaku. Hingga akhir tahun 2020 baru terdapat 25 produk yang terdaftar di Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) sebagai sediaan fitofarmaka. Hal tersebut menjadi perhatian beliau, dimana proses suatu herbal dapat menuju fitofarmaka sangatlah panjang karena secara persyaratan haruslah memenuhi aspek khasiat dan keamanannya melalui uji klinis terhadap manusia. “Tingginya biaya uji klinis serta kurangnya concern pemerintah dan masyarakat termasuk tenaga medis terkait dengan penggunaan sediaan-sediaan fitofarmaka seringkali menjadi hambatan bagi industri farmasi untuk memproduksi fitofarmaka”, sebut Prof. Roiha. Sediaan fitofarmaka menurut Prof. Roiha menjanjikan terapi farmakologis yang minim efek samping obat terutama sebagai pengganti agen-agen kemoterapi yang bersifat non-selektif. Beliau berharap dengan berbagai penelitian yang telah dikembangkan khususnya oleh FKIK UIN Malang terkait senyawa-senyawa bioaktif potensial sebagai antikanker yang terkandung di sejumlah tanaman endemik di Indonesia, dapat menjadi alternatif pengobatan penyakit kanker di masa yang akan datang.

Selama berkarir di Farmasi UIN Malang, Prof. Roiha aktif melakukan penelitian terhadap aktivitas antikanker sejumlah tanaman obat, di antaranya adalah Widuri (Calotropis gigantea), benalu (Macrosolen cochinensis), Krisan (Chrysantemum cinerarifolium), Sambiloto (Andrographis paniculata), kayu kuning (Arcangelisia Flava (L.) Merr.), bawang dayak (Eleutherine palmifolia). Menurut beliau, belum banyak bukti penelitian terhadap tanaman-tanaman di atas khususnya untuk mendukung perkembangan obat herbal Indonesia menuju taraf fitofarmaka.

(Alif FF – Tim Humas FKIK UIN Malang)